Pandangan tentang
hakikat peserta didik telah banyak dikemukakan oleh para ahli baik dari segi
psikologis, pedagogies, maupun
filosofis-antropologis. Tokoh pendidikan yang menganut paham empirisme dari
Inggris John Lock mempunyai pandangan bahwa anak itu lahir sebagai tabula rasa
(kertas putih) dan lingkunganlah yang akan menulisi kertas putih itu. Sejalan dengan pandangan ini para penganut behaviorisme
seperti Pavlov, B.F. Skinner, dkk
berpandangan bahwa anak belajar secara pasif merespon stimulus dan atau
reinforcement dari lingkungan atau manusia di dalam lingkungan yang telah
dikondisikan. Sebaliknya, penganut nativisme berpendapat bahwa anak itu pada
dasarnya telah memiliki pembawaan secara kodrati dari kelahiran yang tidak
dapat dirubah/ oleh pengaruh lingkungan atau pendidikan.
Pandangan berikutnya
adalah dari kaum interactionsit, yang berpendapat bahwa anak itu seagai kertas
putih yang dapat ditulisi oleh lingkungannya dan memiliki pembawaan, keduanya
saling mempengaruhi satu sama lainnya dalam menentukan kepribadian anak. Hal
ini dikuatkan oleh pendapat Jean Piaget bahwa anak itu pada hakikatnya secara
aktif membangun pikirannya sendiri melalui aktivitas-aktivitas yang berada pada
lingkungan fisik dan sosialnya. Pandangan ini dikenal dengan paham
konstrutivisme. (Anning A., 1994; bruce, T.,1987) ditulis ulang oleh Suharjo, 2006.Dilihat
dari karateristik anak pertumbuhan fisik dan psikologisnya anak
mengalami pertumbuhan jasmaniah maupun kejiwaannya. Pertumbuhan adalah peralihan
tingkah laku atau fungsi kejiwaan dari yang lebih rendah kepada tingkat yang
lebih tinggi. Pertumbuhan dan perkembangan itu berlangsung secara teratur dan terus
menerus kearah kemajuan. Sebagaimana dikemukakan oleh Anggela Anning (1994) perkembangan dan
belajar anak itu sebagai berikut: Pertama; kemampuan berfikir anak itu
berkembang secara sekuensial dan kongkrit menuju absrtak. Kedua;Anak harus siap
menuju tahap perkembangan berikutnya dan tidak boleh dipaksakan untuk bergerak
menuju tahap perkembangan kognitif yang lebih tinggi, misalnya membaca
permulaan, mengingat angka dan belajar kontroversi. Ketiga; Anak belajar melalui
pengalaman langsung khususnya melalui aktivitas bermain.
Keempat; Anak memerlukan
perkembangan kemampuan penggunaan bahasa yang dapat digunakan secara efektif di
sekolah. Kelima; Perkembnagan sosial anak bergerak dari egosentris menuju
kepada kemampuan untuk berempati dengan yang lain. Keenam; Setiap anak sebagai
seorang individu, masing-masing memiliki cara belajar yang unik.Pandangan
diatas menunjukan bahwa perkembangan kemampuan berpikir anak bergerak secara
sekuensial dari berfikir konkrit ke berfikir abstrak.
Hal ini sejalan dengan
apa yang di kemukakan oleh Jean Piaget. Menurut piaget tahap-tahap perkembangan
anak itu secara hierarkis terdiri dari empat tahap, yaitu tahap sensori motori,
tahap pra operasional, tahap operasi konkrit dan tahap operasi formal. Pada tahap
sensori motoris (0-2 tahun) anak tidak/belum mempunyai konsepsi tentang obyek
yang di tatap. Ia hanya dapat mengetahui
hal-hal yang ditangkap dengan inderanya. Selanjutnya pada tahap praoperasional
(2-6/7 tahun) anak mulai timbul pertumbuhan
kognitifnya, tetapi masih terbatas pada hal-hal yang dapat dijumpai dilingkungannya
saja. Baru pada akhir tahun ke dua anak mulai mengenal simbol/nama. Pada tahap
operasi konkrit (6/7-11/12 tahun) anak
sudah mengetahui simbol-simbol matematis, tetapi belum dapat menghadapi hal-hal
yang abstrak. Dalam tahap ini anak mulai berkurang egosentrisnya dan lebih
sosiosentris (mulai membentuk peer group). Akhirnya pada tahap operasi formal
anak sudah mempunyai pemikiran yang abstrak pada bentuk-bentuk yang lebih
kompleks.
Anak sekolah dasar
berusia antara 6 – 7 tahun. Dalam usia
tersebut, selain memiliki karateristik seperti tersebut diatas, anak-anak SD
juga memiliki karateristik pertumbuhan kejiwaan sebagai berikut: 1) pertumbuhan
fisik dan motorik maju pesat. Hal ini sangat penting perannannya bagi
perkembangandasar yang diperlukan sebagai makhluk individu dan sosial, 2) kehidupan sosialnya diperkaya selain
kemampuan dalam hal kerjasama juga dalam hal bersaing dan kehidupan kelompok
sebaya., 3) semakin menyadari diri selain mempunyai keinginan, perasaaan
tertentu jugasemakin bertumbuhnya minat tertentu, 4) kemampuan berpikir masih pada tingkat persepsional,
5) dalam bergaul, bekerjasama dan
kegiatan bersama tidak membedakan jenis, yang menjadi dasar adalah perhatian
dan pengalaman yang sama, 6) mempunyai kesanggupan untuk memahami sebab akibat,
7) ketergantungan padaorang dewasa semakin
berkurang. (tim dosen IKIP malang 1980) Memperhatikan karateristik usia anak SD
diatas maka sangat dimungkinkan seorang pengembangan instruksional mendesain
seperangkat media pembelajaran menggunakan teknologi komputer. Dengan
menggunakan komputer materi pelajaran yang masih bersifat abstrak dapat di
konkritkan, sehingga anak SD dapat memahami meteri pelajaran dengan mudah.
Contoh lain adalah media pembeljaran berbasis komputer dapat menghadirkan
pengalaman langsung, misalnya untuk menjelaskan ikan didalam lautan, seorang
anak dapat melihat langsung tanyangan di layer monitor komputer dengan berbagai
penjelasan suara dan efek animasi yang mengesankan seolah anak mengalami
langsung kehidupan di dalam lautan. Atau
untuk menjelasakan peristiwa gunung api meletus, seorang pengembang instruksional
dapat membuat animasi gunung berpai meletus. Tentunya masih banyak contoh lain
yang dapat membantu anak SD dalam
memahami dan mempelajarai materi pelajaran dengan mudah dan menyenangkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar